MAKALAH KEIMANAN DAN KETAKWAAN



TUGAS KELOMPOK 1

Makalah Agama Islam Keimanan dan Ketakwaan
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia akan mulia dan bermartabat di sisi Allah jika ia bisa memperoleh derajat keimanan dan ketaqwaan dengan amal ibadah dan tingkah laku yang dia kerjakan.
Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika kita melihat dari definisi kedua istilah tersebut tentunya hubungan antara kedua nya terlihat dengan jelas.Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun, setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai religius yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian rupa.
Dewasa ini, banyak orang yang mengaku beriman tetapi masih melanggar ketentuan agama, hal ini berarti kebanyakan dari mereka belum mengerti dan
memahami hakikat keimanan dan ketakwaan itu sendiri. Hal ini yang melatarbelakangi pembahasan materi keimanan dan ketakwaan dari kelompok kami.

Rumusan Masalah
Apakah pengertian iman itu?
Bagaimana wujud iman yang sebenarnya?
Bagaimana proses terbentuknya iman?
Apakah tanda-tanda orang beriman?
Bagaimana kolerasi antara keimanan dan ketakwaan?

Tujuan
Bersikap dengan benar sesuai dengan prinsip dalam proses pembentukan iman.
Memiliki tanda-tanda orang beriman sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an.
Mengimplementasikan iman dengan ibadah dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari.
Menerangkan peranan iman dan takwa dalam menghadapi tantangan kehidupan modern, sehingga meyakini benar perlunya
Mengetahui kolerasi antara keimanan dan ketakwaan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iman
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Kata Iman yang tidak dirangkai dengan kata lain dalam al-Quran mengandung arti positif Dengan demikian, kata-kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya disebut iman bathil.
2.2 Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam.
Wujud iman menurut tiga unsur, yaitu isi hati, ucapan, dan laku perbuatan. Isi hati dan perbuatan disebut pandangan hidup. Sedangkan laku perbuatan yang mewujudkan gerak berbuat dalam keseluruhan hidup manusia disebut sikap hidup.
Sikap hidup seseorang bisa bernilai haq bisa juga bernilai bathil, tergantung pada pandangannya. Jika pandangannya adalah pandangan haq, maka sikap hidup atau perilakunya bernilai haq. Demikian juga sebaliknya, jika pandangan yang dimiiki pandangan bathil, maka sikap hidup atau perilakunya bernilai bathil. Dengan demikian ada dua wujud iman yaitu wujud iman haq dan wujud iman bathil
2.3  Proses Terbentuknya Iman
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian halnya dengan benih Iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang baik dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan dll.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjahui larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatan yang nampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak terlalu mudah ditanggapi kecuali secara langsung (misalnya , melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap sikap mental tersebut).
2.4 Tanda-Tanda Orang Beriman
1. Taqwa
Taqwa adalah menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan melaksanakan segala apa yang diperintah oleh Allah SWT dan juga meninggalkan apa yang telah dilarang-Nya. Keimanan seseorang kepada Allah SWT belum sempurna jika ia tidak bertaqwa, yakni mewujudkannya dalam bentuk yang nyata dengan beramal shaleh atau berbuat kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu bertaqwa dimana saja kita berada. Jika kita berada di pasar maka kita harus menunjukkan ketaqwaan dalam urusan kita di pasar, jika kita berada dalam klas yang sedang belajar kita juga harus bertaqwa kepada Allah dalam urusan menuntut ilmu dan mengajarkannya dan begitulah seterusnya dimana saja kita berada kita harus bertaqwa kepada Allah SWT tanpa harus ragu-ragu untuk melakukannya.
 Allah SWT sama sekali tidak membedakan derajat manusia berdasarkan suku, bangsa, bahasa, dan budaya, akan tetapi Allah SWT membedakan perbedaan antara seseorang dengan yang lainnya dengan taqwanya, barang siapa yang paling bertaqwa, maka dialah yang derajatnya paling mulia di sisi Allah SWT.
2. Malu
Tanda keimanan yang amat penting dari seseorang yaitu al haya’ atau mempunyai rasa malu. Maksud dari mempunyai rasa malu disini bukan kita merasa malu berbicara di depan orang banyak sehingga merasakan panas dingin jika berbicara di depan umum atau kita merasa malu dengan penampilan yang kurang meyakinkan atau kurang keren di depan teman-teman kita dalam suatu acara. Akan tetapi, rasa malu yang harus kita tanam sebagai orang yang beriman yaitu malu jika kita tidak melakukan perbuatan atau hal-hal yang telah dibenarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita mempunyai rasa malu seperti ini, agar tentunya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Bahkan, keimanan dengan rasa malu menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan tentunya tidak boleh juga kita pisah-pisahkan sendiri seperti dua sisi mata uang yang tidak diakui dan tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
             Bila malu tidak ada pada jiwa seseorang yang mengaku beriman, pada hakikatnya dia tidak beriman. Haya’ (rasa malu) terdapat dua macam yaitu:
Malu naluri (haya’ nafsaniy), yaitu rasa malu yang dikaruniakan Allah kepada setiap diri manusia, seperti rasa malu kelihatan  auratnya atau malu bersenggama di depan orang lain. Dalam hal ini tentu kita harus selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan segala ketentuan-Nya dengan mengkaruniakan kita malu naluri. Bila kita memiliki rasa malu terhadap diri sendiri dan juga kepada orang lain pasti kita akan selalu menjaga aurat jangan sampai kelihatan dihadapan orang lain. Oleh karena itu, orang yang tidak memiliki rasa malu harus diwaspadai, sebab kalau dia telah merusak citra dirinya sendiri, sangat mungkin baginya untuk merusak citra orang lain.
Malu imani (haya’imaniy), ialah rasa ma!u yang bisa mencegah seseorang dari melakukan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah SWT. Setiap muslim haruslah memiliki sifat malu kepada Allah yang sebenar-benarnya, malu yang ditunjukkan dimana saja, kapan saja, dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Bukan hanya malu untuk menyimpang ketika berada di masjid dan sejenisnya, tapi tidak malu-malu untuk melakukan penyimpangan di pasar, kantor, bahkan saat sendirian. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu memperkokoh rasa malu sehingga tidak ada kejelekan sedikitpun dari sifat malu tersebut.
3. Syukur
Tanda keimanan seseorang yang amat penting adalah selalu bersyukur. Allah SWT menganugerahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Setiap detik dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dengan yang namanya nikmat Allah SWT.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia selalu bersyukur kepada Allah SWT. Syukur berarti “berterima kasih kepada Allah SWT”. Dalam arti lain, syukur ialah memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita sesuai dengan kehendak yang memberikannya.
Bersyukur mengandung banyak manfaat, diantaranya yaitu mengekalkan dan menambah nikmat itu pula dengan nikmat yang lain yang berlimpah, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)  maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih” (QS Ibrahim [14]:7).
Ada tiga macam cara kita bersyukur kepada Allah SWT:
Bersyukur dengan hati, yakni mengakui dan menyadari bahwa nikmat yang diperolehnya berasal dari Allah SWT.
Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan mengucapkan “Alhamdulillah” yang berarti segala puji bagi Allah.
Bersyukur dengan perbuatan, seperti melakukan perbuatan yang baik, sesuai dengan tuntutan agama.

Allah SWT melimpahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Secara garis besar nikmat Allah terbagi atas dua macam yaitu nikmat yang menjadi tujuan dan nikmat yang menjadi alat untuk mencapai tujuan.
Ciri-ciri nikmat yang pertama adalah kekal, diliputi kebahagiaan dan kesenangan, sesuatu yang mungkin dicapai, dan segala kebutuhan terpenuhi. Adapun nikmat yang kedua meliputi kebersihan jiwa dalam bentuk iman dan akhlak yang mulia, kelebihan tubuh seperti kesehatan dan kekuatan, hal-hal yang membawa kesenangan jasmani, seperti harta dan kekuasaan, dan hal-hal yang membawa sifat keutamaan seperti pertolongan dan lindungan dari Allah SWT.

4. Sabar
Yang terakhir atau yang Keempat dari tanda keimanan seseorang yaitu sabar. Sabar berasal dari bahasa Arab yaitu shabara-yashbiru-shabran yang artinya menahan atau mengekang.
Secara istilah sabar yaitu menahan diri dari bersikap, berbicara, dan bertingkah laku yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT.
Sabar merupakan bagian yang penting dari iman. Dalam hadits yang diriwayatkan oieh Abu Nu’aim, Rasulullah SAW bersabda bahwa sabar adalah sebagian dari iman. Kedudukan sabar bagi iman sangat penting, seperti kedudukan hari Arafah dalam ibadah haji.
Nabi SAW melukiskan sabar sebagai barang yang sangat bernilai tinggi di surga. la juga pemah berkata, “sabar terhadap sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang besar” (HR. At-Tirmidzi).
5. Ridha dengan Keputusan Allah
Ridha berarti menerima keputusan kalah atau menang dengan hati yang lapang. Jika mendapat kemenangan maka siap untuk menjalankan tugas sebagai tanda kesyukuran kepada Tuhan, dan jika dinyatakan kalah, maka terima dengan hati yang lapang, dan merasa itu lebih baik daripada menang. Seorang ulama tasauf, Ibnu Athaillah Sakandari menyatakan: “Keridhaan adalah mengarahkan perhatian hati kepada ketentuan Tuhan bagi si hamba dan meninggalkan ketidaksenangan“. Seorang ulama yang lain, Ruwaim menyatakan:’ Keridhaan adalah tenangnya hati dalam menjalani ketetapan Allah.“

Pernah suatu hari khalifah Umar bin Khattab menulis surat kepada gubernur Abu Musa al Asyari: “Segala kebaikan terletak di dalam keridhaan. Malah jika engkau mampu jadilah orang yang ridha; dan jika engkau tidak mampu, maka jadilah orang yang sabar“
Tanda Orang Beriman (Al Anfal 2-4)
  

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia."
(QS.Al Anfal 2-4)

Dari Ayat tersebut telah jelas lah bahwa beberapa tanda-tanda orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah:
Bila disebut nama Allah gemetarlah Hatinya
Apabila Dibacakan Ayat-ayat Allah bertambahlah Imannya
Mereka selalu bertawakal Kepada Allah
Mendirikan Shalat
Menafkahkan (berinfaq, shadaqoh)
Itulah tanda-tanda orang yang benar-benar beriman selain tanda-tanda yang lain yang Allah Gambarkan dalam surat Al fatihah dan surat-surat yang lainnya.
Yang jadi renungan buat kita adalah sudahkah, pernahkah, kita ini bergetar atau atau bahkan menangis ketika disebut ayat-ayat Al Quran? atau justru kita tertawa terbahak-bahak padahal Al Quran menceritakan betapa pedihnya Azab Allah itu? semua jawabanya kembali kepada diri kita masing-masing, marikita introspeksi / muhasabah / evaluasi diri kita sebelum Allah yang turun tangan untuk mengevaluasi kita di Yaumul Akhir nanti.
2.5 Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau stimulus yang kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga  sifat-sifat luhur dan akhlak mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang berakhlak mulia merupakan ciri-ciri dari orang yang bertakwa.
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tahuid teoritis adalah tahuid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Zat, sifat dan Perbuatan Tuhan.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah berhubungan dengan amal dan ibadah manusia. Tahuid praktis merupakan penerapan dari tauhid toritis. Seperti dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah , atau yang wajib disembah hanyalah Allah semata yang menjadikan-Nya tempat tumpuhan hati dan tujuan gerak langkah.
Dalam ajaran islam yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menegakan tahuid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep, dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dengan pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran membenarkan dengan hati , mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatannya. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dan dengan mengamalkan semua perintah Allah dan menjahui larangannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk merasakan kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila memenuhi tiga unsure akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya
“bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah bergetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka (karena-Nya) dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan yang mnafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarnya.
Mereka akan memperolah beberapa derajat ketinggian disisi Tuhan-Nya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak dapatdipisahkan dari diri manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa adalah orang yang berpandangan hidup dengan ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.



3.2 Saran
Hendaknya umat muslim senantiasa berperilaku terpuji agar iman dalam dirinya meningkat.
Hindari sifat-sifat tercela agar iman dalam diri kita senantiasa terjaga
Hendaknya umat muslim senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Senantiasa tawakkal dan muhasabah diri agar tidak mengalami kesesatan hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH : PENGERTIAN , PERBEDAAN DAN SEJARANG SINYAL ANALOG DAN DIGITAL